Monday, September 15, 2008

Tentang Danau di Kampus


I
ni bukan tentang hantu tanpa kepala, yang sedang menunggu di pos satpam dan pernah menakutimu di malam itu. Ini juga bukan tentang hantu gajah, yang besar dan pernah menghadang jalan pulangmu, sehingga kau lari terbirit-birit mengitari kampus. Ini juga bukan tentang penggerebekan yang dilakukan oleh satpam terhadap pasangan yang dianggap mesum di kegelapan di dalam kampus.

Ini tentang sebuah danau di kampus. Ini tentang pagar-pagar yang ada di danau itu. Ini tentang rusa-rusa yang berkeliaran di dalamnya. Ini tentang ikan-ikan yang sudah lama tidak di pancing lagi di danau itu. Ini tentang pedagang-pedagang yang entah kemana setelah danau itu di pagari. Ini tentang danau di kampus.

Pagar-pagar itu tadinya tidak ada. Pagar yang mengelilingi danau kampus, besi yang mengitari, tinggi dan tajam. Rusa-rusa berlarian. Terkadang di sore hari ada saja yang mampir dan memperhatikan rusa itu. Bahkan malam hari beberapa mahasiswa sengaja datang untuk memperhatikan perilaku rusa itu di malam hari. Ah, danau itu begitu tenang, diterpa cahaya bulan.

Seandainya saja saat ini masih bisa danau itu didekati. Mungkin aku akan memancing ikan-ikan disana. Tapi apa ada ikan di danau buatan itu. Tapi ketika belum dipagari, beberapa orang terlihat memancing di sana. Bahkan ketika Dies Natalis ada perlombaan memancing.

Kebiasaan memancing pada waktu Dies Natalis itu memang sudah berlangsung lama. Sebelum aku menjadi mahasiswa. Mahasiswa dan dosen berlomba untuk memancing ikan sebanyak banyaknya. Tetapi yang menjadi pemenang adalah yang menangkap ikan besar. Aku tak tahu apakah sengaja ketika Dies Natalis ikan disebar lalu diadakan lomba memancing itu, atau memang ikan-ikan itu sudah dibiakkan sebelumnya di danau itu. Entah.

Permukaan danau yang tenang, tidak ada riaknya yang menyerupai ombak. Danau buatan untuk menyejukkan pandangan. Danau yang menyegarkan. Danau yang dilewati begitu saja. Danau yang entah ada atau tidak ikannya.

Seorang mahasiswi sedang duduk di dekat danau itu. Sedang mengerjakan tugas kuliah. Sesekali menatap ke arah danau itu. Santapan yang dipesan dari gerobak makanan itu datang. Dia sendiri saja. Sesekali lagi menatap danau itu, kemudian tersenyum. Menghabiskan makanannya. Tugas kuliahnya pun selesai dikerjakan. Tikar yang menjadinya alas, di bawah pohon, di dekat danau. Mengeja dan melahap makanannya satu persatu. Kemudian setelah kenyang, dia tinggalkan danau itu, dikenakannya sepatu yang tadi dibuka. Dia pergi, menjauhi danau itu, berjalan ke arah gedung perkuliahan. Hanya tinggal yang berjualan, dan danau itu, di siang hari.

Kami berjanji bertemu di danau itu. Kami berdiskusi disana. Tentang sebuah acara, kegiatan. Saling menyapa karena beberapa bulan ini tidak bertemu, atau berkenalan satu dengan yang lainnya. Berkenalan, menyapa teman baru. Berbagi pengalaman. Di sudut danau itu ramai oleh kami yang sedang berkumpul. Di sudut danau ini kami duduk-duduk dan menghabiskan hari. Dan kami pun berfoto-foto. Kilatan-kilatan di danau itu pun terfoto.

Beberapa mahasiswa yang percaya akan sebuah perubahan, waktu itu berkumpul di dekat danau itu. Mereka saling memberikan argumennya untuk sebuah perubahan. Mereka mengenal gerakan-gerakan yang sudah terjadi di beberapa teman mahasiswanya di daerah lain. Melalui bahan bacaaan dan internet. Mereka lalu membahasnya bersama-sama di danau itu. Kemudian dirancang gerakan-gerakan, untuk perubahan itu. Mereka pernah berkumpul di danau itu. Tak ada sisa-sisanya sekarang, baik itu selebaran yang tersebar, atau kata-kata yang pernah terlontar, danau itu sepi, danau itu dipagari. Hangat mentari membias di danau itu.

Rezim itu harusnya sudah tumbang.
Iya banyak kawan kita yang hilang.
Diculik dan ditangkap.
Kita harus tetap terjaga dan waspada.
Perubahan harus terjadi.
Iya, rezim diktator itu harus tumbang.
Bagaimana dengan aksi besok.
Beres. Semoga berjalan lancar.

Mereka yang pernah berkumpul pun entah dimana sekarang. Jejak-jejaknya tak berbekas sama sekali. Ah, mungkin aku yang tak mencari dan menelusuri jejak-jejak itu, di danau kampus.

Aku larut memandangi danau itu dengan tatapan jauh ke dasar danau. Memperhatikan rusa dengan lekat, berlari-lari riang. Memetik dahan yang landai. Mengunyahnya perlahan dengan tenang. Beranjak menjelang petang, ketika semua pun meninggalkan danau itu, rusa-rusa menyendiri dalam gelapnya di sudut tepi danau itu.


Lampu-lampu di sekitar danau itu terkadang diterangi. Terkadang digelapkan begitu saja. Malam tak ada lalu lalang, kecuali yang sengaja untuk mengamati rusa-rusa itu. Hanya ada yang memojok di sudut gelap, berduaan, berpegangan saling berbagi harap.

Danau ini gelap. Aku takut.
Tak usah risau, ada aku.
Aku juga takut denganmu di kegelapan ini.
Kau percaya padaku.
Mungkin.

Lalu satpam berkeliling dan memergoki. Pasangan itu dalam gelap. Dibawa oleh satpam, dan menghilang di pos penjagaan. Entah membicarakan apa mereka.

Hari-hari yang berat terus berlalu. Pertama kusaksikan adalah dimulainya pagar-pagar besi itu. Pekerja-pekerja mulai memasang pagar. Menancapinya di tanah-tanah mengelilingi danau itu. Beramai-ramai mereka memasangnya di tanah-tanah itu. Danau sepi dan menyendiri. Mereka terus semakin giat memagari danau itu. Sedikit demi sekit hingga danau itu tertutup oleh pagar, semuanya. Jeruji itu telah terbangun.

Bagaimana dengan pedagang-pedagang itu, menghilang entah kemana, tak ada kabar. Hanya tersisa kenangan tentang gerobak dan tikar yang terjulur di sudut danau.

Aku pernah bersantai di dekat danau itu. Memakan santapan dari pedagang yang ada. Duduk dengan beralas tikar. Tak terlalu memperhatikan danau itu. Karena masih menahan lapar sedari tadi pagi. Sarapanku siang, itu pun hanya untuk mengganjal, karena hanya menyantap jajanan seadanya. Cukuplah untuk mengelabui kekosongan perut ini. Tapi danau itu meminta diperhatikan, dan tiba-tiba pandanganku tertuju ke sana. Ke danau itu.

Pagar-pagar itu terlihat megah. Menantang dan berdiri kokoh. Ujung-ujungnya lancip dan menjilat ke arah langit, seperti tombak-tombak yang akan menghujamkan matanya ke dada lawan. Pagar-pagar itu dingin dan membisu. Rusa-rusa itu berlari di tepi danau itu. Kutatap dari kejauhan, dan kulalui begitu saja.

Setelah pagar-pagar itu berdiri. Beberapa bulan kemudian baru rusa itu didatangkan. Rusa-rusa itu didapat dari penyelundup dan pemburu liar yang sengaja menangkap rusa-rusa itu dan bermaksud menyelundupkan rusa itu entah kemana. Tapi mereka ditangkap dan rusa-rusa itu diserahkan ke kampus ini. Kampus ini menjadi rumah baru bagi rusa-rusa. Pagar yang mengitari, danau yang airnya tenang, rusa-rusa bermukim disitu.

Dan rusa-rusa itu berkeliaran di dekat danau. Mereguk air danau kampus. Berkeliaran kesana-kemari. Berjalan sedikit demi sedikit, atau merebahkan diri di rimbunan pohonan yang setengah meranggas dedaunannya.

Itulah pagar, danau, dan rusa itu.
Oh, begitu ya. Apa tidak ada penyelewengan dana dalam pemagaran itu.
Entahlah. Tapi katanya mengunakan dana kemahasiswaan.
Maksudnya.
Jadi, dana kemahahsiswaan yang tidak dipakai dialihkan untuk pembangunan itu.
Berarti kegiatan kemahasiswaannya tidak ada, dong.
Ada, ah.
Lalu bagaimana bisa.
Entahlah, mungkin dana kemahasiswaan itu terlalu besar. Siapa yang tahu. Apa kamu tahu berapa besar jumlahnya dana kemahasiswaan.
Iya juga. Aku tidak tahu.
Aku hanya bisa mengagumi danau yang dipagari itu. Memandang rusa-rusa.
Hmmm...
Kau ingin menjadi rusa.
Tidak, ah. Apalagi di dalam jeruji sekitar danau. Tidak bebas sepertinya.
Seperti di penjara, ya.
Seperti kehilangan kebebasan.
Tapi bagaimana dengan perburuan liar. Kalau dalam alam bebas pasti akan bersinggungan dengan itu.

Itulah namanya, melindungi diri. Yang lemah dimakan dengan yang kuat. Salah satu caranya adalah membuat perlindungan diri. Alam pun memberikan setiap mahluk untuk melindungi diri, begitu kan.

Ya. Bisa saja. Tapi manusia dapat memangsa rusa itu dengan mudah.

Terang bulan, rusa-rusa berkeliaran. Terkadang hanya berdiam diri dan berebahan. Di rimbunan semak dekat danau. Lalu berlalu lalang mengitari sisi-sisi danau, menyibak airnya dengan kaki-kakinya. Tanduk-tanduknya menyibak ke langit-langit.

Lihat rusa-rusa itu. Sepertinya mereka ingin memiliki teman lain.
Iya. Berdua saja di tepi danau sepertinya membosanan.
Tepat. Mungkin kau ingin menjadi rusa yang selanjutnya.
Ah. Kau ini.
Lihat mereka begitu kesepian.
Kata siapa. Mungkin mereka sedang bermesraan. Dan menikmati hidupnya.

Kupeluk dirimu di dekat danau itu. Cahaya bulan menyibak permukaan danau. Kukatakan padamu, begitu syahdunya malam ini. Kami pun mempererat pelukan. Dan kami harus mengamati lagi perilaku rusa. Yang terus saja tak kumengerti. Tapi kau semain larut dalam perngamatan itu. Mencatatnya di buku yang diterangi dengan senter, karena cahaya bulan tidak cukup untuk menerangi buku dan matamu yang membaca itu.

Ingin kuselami kedalaman danau itu. Menyibaknya perlahan. Denganmu. Daripada hanya mematung dalam dingin malam dan memperhatikan rusa-rusa itu. Denganmu mengobati kepenatan itu. Tapi aku ingin mencerap kedinginan danau di waktu dini hari, dan menarik lenganmu dengan sentuhan perlahan. Tangan kita perlahan menyibak air di danau itu. Tapi kau semakin lelap memperhatikan rusa-rusa.

Kau letih, kau lelap. Mengejar rusa yang menyibukkan segenap pikiranmu. Kau mengejanya di pangkuanku. Kutatap dirimu, kuatatap kedalamannya, seperti danau itu, yang masih membiaskan cahaya bulan di malam hari. Kulekatkan pandangan ini untuk menjagamu, dari apapun. Aku penat, aku lelah. Kau juga.

Dan aku mulai merasakan keanehan dalam diriku. Tangan-tanganku, kaki-kakiku, semuanya. Hei, apa yang terjadi. Apa yang telah terjadi pada diriku.

Lalu rusa itu bertambah satu, di danau kampus yang sudah dipagari itu. Rusa itu menatap rembulan dengan matanya yang berkaca-kaca. Dan mahasiswa yang menceritakan danau itu menghilang entah kemana. Berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan sudah tahunan. Tapi, rusa di danau kampus itu bertambah satu.

-------------------------------------

Tandabaca.Com / titikoma.com

Jumat, 02 Pebruari 2007

1 comment:

Anonymous said...

Wah bung wahyu terkesan melamun membayang danau yang sudah memoar di kampus dan diseberang pondok riset!Sehingga lamunan pun beralih-ujud menjadi rusa. Tapi rusa tidak bisa menyusun perubahan!Jangan -jangan rusa itu kalau melamun memandang mahasiswa, rusa pun beralih-ujud menjadi mahasiswa.Tapi saya bingung dengan NPM rusa itu?

Pak kabar bung?gimana kondisi dan dimana posisi?